Header Ads

6 Nasihat yang Selalu Diceritakan Orang Tua, Namun Tak Pernah Mereka Lakukan Sendiri

- Lapisan senior memiliki kemampuan untuk menyampaikan berbagai macam bimbingan hidup, pengetahuan, serta pembelajaran yang seolah-olah muncul dari sumber dengan segudang pengalaman.

Sungguh, kita sering kali menganggukkan kepala hormat saat mendengar, sebab memang mereka telah menyaksikan lebih banyak pengalaman hidup daripada kita.

Namun, ada sebuah kebenaran yang secara diam-diam kita pahami: kadang-kadatng, orangtua pun mengalami kesulitan dalam menerapkan apa yang mereka ajarkan.

Berikut ini adalah enam nasihat hidup tradisional yang kerap disampaikan oleh orangtua, namun terkadang... yah, jarang dijalankan. Hal tersebut dikutip dari Geneting pada hari Jumat, 18 April.

1. Tanggung Jawab Finansial

Salah satu nasihat hidup yang paling sering terdengar dari orang tua adalah: "Hiduplah sesuai kemampuanmu."

Mereka berbicara soal menabung, tidak menghabiskan banyak uang, dan berpikir dua kali sebelum membeli sesuatu yang tidak penting. Tapi coba perhatikan, mereka juga bisa tergoda oleh promo besar-besaran atau diskon belanja online.

Lucunya, mereka juga punya koleksi barang-barang yang sejujurnya jarang dipakai. Gadget, baju, atau perabot rumah yang dibeli saat emosi sesaat. Psikologi di balik ini cukup menarik—bahkan mereka yang memberikan nasihat hidup terbaik pun tetap manusia, rentan pada keputusan impulsif.

2. Membatasi Waktu Layar

"Mereka mengatakan jangan melihat layar terlalu sering karena bisa merugikan mata dan pikiran Anda." Namun, siapa di anta yang pernah nonton video YouTube atau tayangan TV kesukaan hingga larut malam? Atau mungkin kamu salah satu dari orang-orang yang tak berhenti-scroll laman Facebook dan grup keluarganya?

Inilah sebuah nasihat yang kerap kita dengar namun tampaknya jarang dijalankan. Orang-orang dari generasi sebelumnya, yang pada mulanya asing dengan dunia teknologi, saat ini malahan sangat mengandalkannya untuk hiburan serta interaksi sosial.

Meskipun mereka mungkin tak memainkan aplikasi TikTok sepeti kalangan remaja, namun durasinya di depan layar? Mungkin saja setara.

3. Merangkul Perubahan

Mereka mengatakan bahwa kita seharusnya bisa menyesuaikan diri dengan mudah serta bersedia mencoba sesuatu yang belum pernah dilakukan. Namun, cermati cara para orangtua bereaksi ketika berbicara tentang aplikasi perbankan daring ataupun fitur-fitur terbaru pada ponsel pintar mereka. Mereka kerapkali berkomentar kalau itu rumit atau menyampaikan jika versi lamanya masih lebih baik untuk digunakan.

Disini dapat dilihat secara jelas perbandingannya antara konsep teori dan realitas kehidupuan sehari-hari. Mengakui adanya perubahan mungkin gampang untuk dikatakan namun susah dalam tindakan—khususnya pada orang-orang yang telah bertahun-tahun menghabiskan hidup mereka tanpa banyak variasi. Secara psikologis hal tersebut lumrah, karena manusia umumnya berusaha menemukan kenyamanan melalui pola harian mereka.

4. Menjaga Kesehatan

Seringkali kita dengar nasihat seperti ini: "Olaga harus dijalankan, makanan bergizi perlu dikonsumsi, serta hindari tidur terlalu malam." Namun, ada orang-orang yang tetap mengonsumsi tiga cangkir kopi setiap harinya dan memilih untuk berdiam diri seharian sambil nonton televisi. Nasihat tersebut jarang dilaksanakan.

Paradoksnya, kelompok yang biasanya menasihati kami tentang pentingnya menjaga asupan makanan sehat kerap kali menjadi orang yang paling sulit dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula atau garam. Meskipun demikian, mereka tetap enggan meredam kebiasaan tersebut meski telah ada peringatan dari para dokter.

Psikologi dibalik hal ini mungkin berhubungan dengan kebiasaan jangka panjang yang susah untuk dirubah, terutama jika sudah menjadi sumber kenyamanan bagi mereka.

5. Berpikiran Terbuka

Mari tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Usahakan untuk melihat hal tersebut dari perspektif orang lain," demikian katanya. Namun ketika sampai pada genre musik kontemporer, pilihan fashion generasi muda, atau topik-topik sosial yang sedang berkembang, tiba-tiba saja semuanya dianggap asing atau "memang zaman now-nya unik.

Seringkali kita mengamati ketidaksesuaian antara ucapan dan tindakan. Orangtua kadang bersikap kaku dengan aspek-aspek yang tak mereka mengerti. Meskipun mereka menekankan pentingnya menerima perbedaan, mereka sendiri kerap merasakan kesulitan saat harus menjalaninya.

Namun, hal ini tidak sepenuhnya menjadi kesalahan mereka. Ilmu psikologi menyatakan bahwa seiring bertambahnya umur, orang cenderung lebih kaku dalam mempertahankan nilai dan prinsip yang diyakini. Perubahan dapat dirasakan sebagai ancaman, meskipun mereka sendiri telah mendukung penerimaannya.

6. Bernilailah pada Zaman Ini

"Jadilah di saat ini, hindari kebanyakan mengingat masa lalu atau kuatir tentang apa yang akan datang." Pepatah populer ini seringkali menjadi nasihat favorit para orang tua. Namun kenyataannya, banyak dari kita yang masih gemar merenung pada kenangan lama serta cemas dengan perkara-perkara yang mungkin tidak akan pernah terwujud.

Mereka dapat berkisah panjang mengenai kehidupan di usia muda, biaya pangan dahulu kala, ataupun betapa mudahnya menjalani hidup pada era sebelumnya. Meskipun semua cerita tersebut cukup menarik untuk disimak, tentu saja sangat bertolak belakang dengan pedoman hidup yang mereka sajikan.

Psikologi dari nostalgia sebenarnya memberikan perasaan kenyamaan, tetapi juga menyadarkan kita bahwa meskipun orang-orang yang mendorong kita untuk 'bergerak maju' sesekali masih terperangkap dalam kenangan masa lalu. Ketika menghadapi masa depan, ketidakpastiannya justru membuat mereka merasa cemas lebih daripada yang bisa dilihat secara luas.

Di penghujung hari, hal itu tidak berfokus pada pencarian kambing hitam. Setiap individu, bahkan para orangtua, memiliki aspek-aspek yang bertentangan. Nasihat kehidupan yang mereka tawarkan disebabkan oleh perhatian mereka serta harapan untuk mendapatkan hasil terbaik.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.