Sukses! Pentas Sandima di Panggung Ikapakarti

Sudah dilihat 266 Kali, Hari ini saja ada 4 Kali dilihat

SAMARINDA- MEDIAIBUKOTA: Suasana penuh persaudaraan dan akraban antar etnis dan suku tampak sekali di atas panggung seni budaya HUT ke 19 Ikatan Kaluarga Tanah Jawi (Ikapakarti) yang dipimpin oleh H Rusmadi Wongso dari tanggal 14 hingga 16 Juli 2022. Selain menyuguhkan pagelaran seni suku Jawa, Ikapakarti juga menampilkan beberapa kesenian asli Kalimantan. 
Diantaranya adalah pagelaran seni teater tradisional Sandiwara Mamanda (Sandima)  pada hari Jum’at malam Sabtu (15/07/2022) kemarin. Kelompok seni pimpinan Muhammad Nurrohim ini, sukses memeriahkan panggung Ikapakarti. Apalagi acara juga dihadiri oleh beberapa petinggi paguyuban orang Jawa ini. 
Tak kurang, Ketua Umum Ikapakarti yang juga Wakil Wali Kota Samarinda Dr H Rusmadi Wongso, Sekretaris Umum Ikapakarti Muhammad Samsun yang juga wakil Ketua DPRD Kaltim, dan Ketua Panitia Bagus Susetyo yang juga anggota DPRD Kaltim. Ketiga tokoh Jawa ini turut tampil di pentas Sandima dengan mengenakan Busana Kesultanan Sandima. 
Dalam sambutannya di pentas Sandima Rusmadi menjelaskan soal Pro Bebaya yang menjadi tema kisah Sandima malam itu. Sebagai wakil walikota ia meluruskan beberapa informasi keliru yang beredar di masyarakat dan memberikan tambahan penjelasan tentang beberapa hal yang penting untuk diketahui khalayak. 
“Kalau Ikapakarti menghadirkan Mamanda, itu sebagai bukti bahwa Ikapakarti memiliki prinsip dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, itu betul-betul kita aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari,” ucap Ketua Umum DPP Ikapakarti Kaltim yang juga Wakil Wali Kota Samarinda Dr H Rusmadi Wongso sambil diiringi musik Salating (Samarinda Lagu Tingkilan) dalam pentas Sandima.
Rusmadi mengapresiasi kehadiran warga mulai anak-anak hingga orang dewasa yang menyaksikan pentas Sandima dan dilanjutkan kesenian jaranan alias kuda lumping.
“Ini bukti bahwa semua cinta budaya lokal. Satu hal yang penting, kenapa kita harus mencintai budaya, yang bukan hanya budaya Jawa saja. Budaya Jawa itu bagian dari budaya nusantara, Mamanda dan tingkilan juga budaya nusantara. Jadi kita wajib untuk memelihara dan mengembangkan Mamanda ini,” tegas Rusmadi yang mengenakan baju kerajaan khas Sandimana.
Terkait Program Pemberdayaan Masyarakat (Pro Bebaya), Rusmadi menyampaikan bahwa Pemkot Samarinda hadir di seluruh pelosok kota dalam bentuk pemberikan bantuan Rp 100 sampai Rp 300 juta per RT (Rukun Tetangga). 
“Tahun ini Rp 100 juta. Mudah-mudahan tahun depan dan tahun depannya lagi semakin meningkat,” tegas Rusmadi. Dikatakannya melalui dana Pro Bebaya itu bisa dipakai untuk membuat lingkungan RT terkait menjadi kampung yang bersih dan sehat.
“Kalau jalannya rusak, dana ini bisa digunakan untuk memperbaiki. Dana ini juga bisa digunakan untuk parit-parit supaya tidak macet. Karena kalau macet akan menjadi sumber penyakit. Apalagi kita harus mengurai air dari parit-parit ini supaya tidak terhalang dalam rangka menyelesaikan persoalan banjir. Betul apa orak? Bujur atau kada ini,” ucap Rusmadi sambil mengucapkan dua bahasa dalam logat Jawa dan Banjar, yang kemudian spontan dipotong pertanyaan oleh Punggawa Kerajaan Loah Maurai dengan bahasa Jawa, Banjar dan Kutai.
Kemudian lanjut Rusmadi yang hadir bersama isteri Hj Herli Warsita mengatakan, dana Pro Bebaya ini bisa digunakan untuk memastikan warga mendapatkan jaminan kesehatan BPJS.
“Ini sudah berjalan. Wayahni siapa aja yang garing (baca: sekarang siapa saja yang sakit—dalam bahasa Banjar), kalau ke rumah sakit langsung dilayani karena sudah dijamin kesehatannya lewat BPJS,” ucap Rusmadi.
Disamping itu lanjut Rusmadi, dana RT bisa membantu untuk mereka yang tidak memiliki seragam sekolah termasuk juga kegiatan posyandu, pengajian, kegiatan ekonomi dan sebagainya.
Dalam kesempatan itu, Rusmadi juga menyampaikan terima kasih kepada jajaran Dinas Kominfo Kota Samarinda yang memprakarsai tampilnya Sandima sehingga bisa berkolaborasi dengan gelar seni budaya HUT ke 19 DPP Ikapakarti Kaltim.
Demikian pula Muhammad Samsun dan Bagus Susetyo yang masing-masing diberi kesempatan menyampaikan tanggapannya menyatakan sangat gembira dengan suksesnya pementasan tetater Sandima. Hal ini menurut mereka menunjukan bahwa orang Jawa, khususnya yang tergabung dalam Ikapakarti selalu senang hidup berdampingan dan menjalin kebersamaan dengan suku manapun termasuk suku lokal.
Sultan Sandima Elansyah Jamhari yang didampingi oleh Permaisuri dan Pamanda Wazir (penasihat kesultanan) menuturkan kepada para tokoh maupun masyarakat yang hadir, bahwa Sandima merupakan kesenian Teater khas Samarinda. Ia agak berbeda dengan Mamanda yang berasal dari Kalimantan Selatan. 
Meski berasal dari akar budaya yang sama, namun  Sandiwara Mamanda merupakan hasil akulturasi dengan budaya lokal Samarinda termasuk budaya Kutai dan aneka suku yang berdiam di daerah ini. Oleh karena itu pakem-pakem baik penokohan, cerita, maupun kostum tidak sama dengan Mamanda yang berasal dari Kalimantan Selatan. 
Ditambahkan oleh pemeran Wazir, Abdillah Syafei, bahwa secara fakta pemain Sandima sendiri berasal dari multi etnis. Contohnya pengharapan 1 dan pengharapan 2  yang merupakan penjaga kerajaan dimainkan oleh Sulityo Hernawan dan Didik Dian Nugraja yang merupakan orang Jawa. Pemain musik Luthfi Chairullah adalah orang Betawi, bahkan Ketua Teater Sandima sendiri, Muhammad Nurrohim adalah seorang suku Bugis. Selebihnya ada yang berlatar suku Banjar, Kutai maupun Dayak. Sedangkan dalam tim Non Artistik Sandima ditangani oleh Rain Fransiscus yang berasal dari suku Batak. 
Keragaman etnis dan suku dari pelaku Sandima menyebabkan kelompok ini sangat menjunjung toleransi dan semangat  Bhineka Tunggal Ika, sehingga mereka tidak pernah sungkan berkolaborasi di berbagai kalangan. Bahkan dengan cepat beradaptasi dengan kelompom manapun yang mengundang mereka tampil. 
Seperti dalam pagelaran di panggung Ikapakarti malam sabtu ini, dialog dalam bahasa Jawapun tidak canggung dibawakan oleh pemain Sandima. Hal ini dibalas oleh Ketua Ikapakarti Rusmadi dengan menyampaikan orasinya dalam bahasa Banjar. 
Acara ditutup dengan bersama-sama menarikan tarian Jepen yang merupakan tari khas pesisir terutama Kutai. (Asya/mediaibukota)